Mudzakirah

Selamat Datang Kepada Pencari Ilmu dan Kebaikan!

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:


Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menuntunnya menuju surga dan para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya orang berilmu itu akan dimintakan ampunan oleh (makhluq) yang berada di langit dan di bumi hingga ikan di air. Kedudukan orang yang berlilmu dibandingkan dengan ahli ibadah laksana kedudukan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris pada Nabi dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, (tidak lain yang) mereka wariskan (adalah) ilmu. Maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.


(Hadits Shahih diriwayatkan oleh Al Imam Abu dawud dan At Tirmidzi dengan sanad keduanya sampai kepada shahabat Abu Darda' radhiallahu 'anhu, dan ini adalah lafal Al Imam At Tirmidzi)

Makna Al ‘Aqidah Ash Shohihah dan Urgensinya

Makna Al ‘Aqidah Ash Shohihah dan Urgensinya



1. Pengertian AlAqidah Ash Shohihah (Kepercayaan yang Benar)

1.1 Pengertian Al ‘Aqidah Ash Shohihah ditinjau dari kata susunannya

Istilah kata Al ‘Aqidah Ash Shohihah disusun dari dua kata yaitu Al ‘Aqidah dan Ash Shohihah.

Secara etimologi kata ‘Aqidah diambil dari kata العقد (Al ‘Aqd) yang berasal dari bahasa arab dan memiliki arti ikatan, pengokohan, dan mengencangkan dengan kuat.

Kata Al ‘Aqd ini merupakan lawan kata dari الحلّ (Al Hall). Dari sinilah muncul ucapan عقد اليمين والنكاح (‘Aqdul yamin wan nikah) yang artinya akad perjanjian dan pernikah, dan kepada makna ini pula dipahami firman Allah yang berbunyi

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. [Al Ma-idah (5): 89]

Maksudnya adalah hanya saja Allah itu menghisab kalian lantaran apa yang kalian telah bertekad untuknya dan kalian telah “mengokohkan” hati kalian untuknya.

Adapun secara terminologi maka kata  ‘Aqidah memiliki arti

الحكم الذي لا يقبل الشك فيه عند معتقده
Sebuah ketetapan yang tidak diragukan oleh orang yang meyakininya

Ada pula yang mendefinisikannya sebagai

الأمور الثابتة الجازمة التي ينعقد عليها قلب الإنسان ولا يشك فيها
Segala urusan yang tetap dan pasti, dan yang hati manusia itu terikat padanya dan tidak meragukannya.

Sedangkan kata Ash Shohihah maksudnya adalah yang selamat dari segala bentuk kecacatan dan kesalahan.

1.2 Sinonim dari Istilah Al ‘Aqidah

Al ‘Aqidah Al Islamiyah memiliki penyebutan lain yang memiliki makna dan maksud yang sama dikalangan para ulama Ahlus Sunnah, diantaranya:
  • At Tauhid (التوحيد),
  • As Sunnah (السنة),
  • Ushulud Diin (أصول الدين),
  • Al Fiqh Al Akbar (الفقه الأكبر),
  • Asy Syari’ah (الشريعة),
  • Al Iman (الإيمان).

1.3 Pengertian Al ‘Aqidah Ash Shohihah Sebagai Suatu Istilah

Secara terminologi istilah yang dibentuk dari kata Al ‘Aqidah dan Ash Shohihah memberikan suatu makna baru yaitu

الإيمان بالله، وما يجب له، في ألوهيته وربوبيته وأسمائه وصفاته، كما تتضمن الإيمان بملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر، والقدر خيره وشره، وبكل ما جاءت به النصوص الصحيحة من أصول الدين وأمور الغيب وأخباره.
Beriman kepada Allah dan seluruh yang harus baginya pada penghambaan kepadanya, ketuhanannya, seluruh nama dan sifatnya. Sebagaimana masuk pula padanya  iman kepada para malaikat, seluruh kitab-kitab, dan para rasulNya, juga iman kepada hari akhir, takdir yang baik maupun yang buruk, dan seluruh yang dikabarkan oleh nash- nash yang shohih mengenai ushulud diin dan seluruh perkara yang ghaib.

Sehingga harus adanya keterikatan hati yang kuat pada hal-hal yang disebutkan di atas dan tidak ada rasa ragu pada hal tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu [Al Hujurat  (49): 15]

2. Dasar pengertian Al ‘Aqidah Ash Shohihah

Dasar atau dalil pengertian Al ‘Aqidah dan Ash Shohihah di atas adalah Al Qur-an dan As Sunnah.

Adapun Al Qur-an, maka diantaranya diambil dari firman Allah subhanahu wa ta’ala

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi. [Al Baqarah (2): 177]

dan firmanNya subhanahu wa ta’ala

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. [Al Baqarah (2): 285]

Adapun As Sunnah, maka diantaranya diambil dari sabda Rasulullah dari hadits jibril yang terkenal dikala beliau ditanya mengenai perkara iman

أن تؤمن بالله وملائكته وكتب ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره
Engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, seluruh kitabNya, para rasulNya, dan hari akhir, juga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Urgensi ‘Aqidah Ash Shohihah

Urgensi ‘Aqidah Ash Shohihah dapat terlihat dari beberapa hal berikut ini:

1. Bahwasanya ia adalah dasar untuk diterimanya amal sholih seorang hamba di sisi Allah.

sehingga dengan hal tersebut maka akan terealisasikan keselamatan di akhirat, dan keberhasilan mendapatkan tempat di surga, dan tentunya hal ini setelah rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firmanNya subhanahu wa ta’ala


فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"  [Al Kahfi (18): 110]

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ´Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. [At Taubah (9):72]

Sebaliknya dari hal di atas, bila seseorang berkeyakinan dengan aqidah yang rusak maka Allah firmanNya subhanahu wa ta’ala tidak akan menerima darinya seluruh amal sholihnya, sehingga diapun masuk kepada golongan orang- orang yang rugi lagi bangkrut pada hari kiamat. Hal ini dijelaskan dalam firmanNya firmanNya subhanahu wa ta’ala

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.  [Al Ma-idah (5): 5]


وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.  [Az Zumar (39): 65]

Pada ayat di atas terdapat dua ayat, pada ayat pertama disebutkan (حَبِطَ عَمَلُهُ) “gugurlah amalannya” dan pada yang kedua disebutkan (لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ) “maka benar-benar akan gugurlah amalanmu”. Maksud dari kedua ucapan yang difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala pada ayat di atas adalah gugur, batal, dan terhapusnya amal shalih yang dikerjakannya dan hilangnya pahala yang dijanjikan. Sehingga tidak tersisa sedikitpun timbangan kebaikan baginya di sisi Allah dan pelakunya-pun menjadi orang yang rugi dan tidak beruntung sama sekali di akhirat kelak.

2. Bahwasanya ia adalah inti dari dakwah para rasul ‘alahihimus sholatu was salam.

Tidak ada seorangpun yang Allah subhanahu wa ta’ala utus kepada kaumnya sebagai rasulNya melainkan dia akan jadikan materi pertama dakwah mereka adalah mengajak kepada Al ‘Aqidah Ash Shohihah ini. Bahkan perhatian mereka terhadap masalah ini amatlah besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.  [An Nahl (16): 36]

Makna Thaghut dalam ayat di atas adalah seluruh yang diibadahi dari selain Allah dalam keadaan dia ridha terhadap penyembahan kepadanya tersebut.

Semisal pula dengan ayat di atas firmanNya subhanahu wa ta’ala

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".  [Al Anbiya’ (21): 25]


3. Bahwasanya Al ‘Aqidah Ash Shohihah lebih urgen dan penting dari pada kebutuhan manusia kepada udara dan air.


    Hal ini dikarenakan tanpa adanya Al ‘Aqidah Ash Shohihah ini maka manusia tidak akan pernah mengetahui tentang jawaban dari pertanyaan terbesar manusia: “dari mana saya berasal ? mengapa saya tercipta ? dan kemana saya akan bermuara setelah kematian ?

    Buah dari ketidaktahuan ini bisa terlihat dari kesengsaraan, kemeranaan, mewabahnya penyakit kejiwaan, dan banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan. Bahkan hal ini terjadi pada negara yang kaya sekalipun yang mengklaim bahwa mereka adalah negara maju dan berperadaban, sebagaimana yang disaksikan oleh kenyataan, seperti Swedia, Denmark, ataupun selain dari keduanya.

    Hanya Al ‘Aqidah Ash Shohihah-lah yang  dapat menjawab semua pernyataan besar di atas dan pertanyaan lainnya yang telah membuat manusia itu amat sangat kebingungan. Al ‘Aqidah Ash Shohihah-pun dapat mengisi hati manusia dengan ketentraman, kedamaian, keyakinan, keamanan, dan keimanan.

    4. Bahwasanya ia adalah sebab untuk meraih kedamaian dan petunjuk di dunia dan di akhirat kelak

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

    الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
    Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. [Al An’am (6): 82]

    Maksud dari “tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” pada ayat di atas adalah kesyirikan.

    Karena itulah, bila kita perhatikan keadaan kita saat ini dan kita menemukan kecacatan pada keamanan, banyaknya kejahatan, keburukan, fitnah, dan pembunuhan di sana sini di negri-negri kaum muslimin secara umumnya, dan di bumi pertiwi secara khususnya maka semua itu adalah buah yang kita petik dari lemahnya Al ‘Aqidah Ash Shohihah pada masyarakat kita atau dari munculnya hal-hal yang  menyelisihi Al ‘Aqidah Ash Shohihah tersebut baik dari perbuatan mapun ucapan.

    5. Bahwasanya ia adalah sebab untuk dibukakan berkah-berkah dari langit maupun bumi. 

    Hal ini sebagaimana firmanNya subhanahu wa ta’ala

    وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
    Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi [Al A’raf (7):96]

    Tafsir Surat Al Fatihah- (Al Mukhtashor Fi Tafsir Al Qur-an Al 'Azhim)

    Tafsir Surat Al Fatihah- (Al Mukhtashor Fi Tafsir Al Qur-an Al 'Azhim)



    Al Fatihah (Pembuka)

    Ayat (1-7)

    Jenis Surat

    Makkiah

    Diantara maksud kandungan surat:

    • Perealisasian Tauhid kepada Allah c dengan penghambaan yang utuh hanya kepadaNya semata.

    Thoharoh (Bersuci) - Pengertian, Macam, dan Dalil Pensyariatannya

    Thoharoh (Bersuci) - Pengertian, Macam, dan Dalil Pensyariatannya


    Pengertian

    Secara etimologi kata Thoharoh (yang kita artikan sebagai “bersuci”., pen) memiliki arti Nazhofah (kebersihan).

    Adapun secara terminologi maka kata Thoharoh didefiniskan oleh para pakar fikih sebagai “ungkapan mengenai perbuatan berupa mencuci anggota tubuh tertentu dengan suatu cara tertentu”.

    Shahih Bukhari - Kitab Permulaan Wahyu - Bab Permulaan Wahyu - Hadits No.0002

    Shahih Bukhari - Kitab Permulaan Wahyu - Bab Permulaan Wahyu - Hadits No.0002


    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
    أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ.
    فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ 
    قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا

    Shahih Bukhari - Kitab Permulaan Wahyu - Bab Permulaan Wahyu - Hadits No.0001

    Shahih Bukhari - Kitab Permulaan Wahyu - Bab Permulaan Wahyu - Hadits No.0001



    حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
    قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ )).